Wednesday 29 November 2017

Kisah sukses trader forex di indonesia no Brasil


História de Sucesso Rupiah terpuruk, perekonomian gonjang-ganjing, dan negara di ambang kebangkrutan. Ekonom bersuara, tak ketinggalan pula para anggota DPR. Pengamat baru bermunculan. Makin bingunglah orang. Uraian siapakah yang jadi pegangan Tak ada yang bisa memberikan gambaran soal pasar uang dengan lebih jelas selain para pemain Forex (Valas), kata Theo Francisco Toemion (42), pengamat pasar uang sekaligus pemain Forex (Valas), meski kini lebih banyak membagi pengetahuan soal Dunia yang telah belasan tahun ditekuninya itu kepada orang lain. Ada perbedaan antara pandangan para pakar dengan Theo F. Thoemion sehubungan dengan krisis ekonomi yang memburuk sejak kuartal terakhir tahun lalu. Pihak pertama lebih melihat krisis berpangkal pada lemahnya sistem perbankan, kebocoran anggaran, buruknya pengawasan, monopoli, kolusi, korupsi, nepotisme, dan ekonomi biaya tinggi. Sedangkan Theo lebih melihat ulah spekulan di pasar uang sebagai sebab paling dominan. Sisi-sisi negatif penyebab keroposnya fondasi ekonomi itulah yang menyebabkan krisis tak segera bisa diatasi. Kalau Coreia, Tailândia, Filipina, Singapura, e Malásia bisa pulih dalam hitungan bulan, negara kita jauh lebih lama. Sebagai pelaku pasar Forex (Valas), Theo tahu betul, tanda-tanda bencana telah muncul sejak lama. Semuanya adalah permainan para gestor de fundos atau pemain pasar Forex (Valas), yang diwarnai keinginan untuk menguji ketangguhan otoritas moneter suatu negara. Ia tahu bagaimana pedagang besar Forex (Valas) - yang acap disebut spekulan - semacam George Soros memainkan peran dalam Yendaka, melambungnya nilai tukar Yen terhadap AS, pada 1994. Ia juga mencatat, permainan para spekulan di Eropa memaksa pembahasan mata uang tunggal Eropa (Euromoney ) Lebih diintensifkan pada 1996. Selewat masa itu, para spekulan memang menurunkan aktivitas. Tapi lewat media massa Theo memperingatkan, Hati-hati, bukan mustahil mereka akan mengalihkan perhatian ke Ásia, begitu antara lain tulisnya saat itu. Mereka menunggu kesempatan bermain mata uang menarik, moedas exóticas seperti Won, Bath, Peso, Ringgit, atau Rupiah. Jangan lupa, Indonésia negara kaya. Karena itulah mereka membidik kawasan ini, bukan ke Afrika, misalnya. Betapa tidak. Salah satu kawasan paling dinamis di dunia, dengan pertumbuhan ekonomi tiap negara rata-rata 7tahun, itu tak punya batasan berarti bagi lalu-lintas devisa. Otoritas moneternya juga belum teruji. Kalau dalam persaingan di Amerika, Eropa, dan Jepang para spekulan sering kalah, siapa tahu di kawasan ini. Maka bermainlah mereka. Pertengahan tahun lalu, saat pemerintah memperlebar pita intervensi, mereka menangkap sinyal tantangan itu, dan terpacu gairah untuk bermain dengan Rupiah. Ketika Oktober 1997 duet Soedradjat Djiwandono - Marie Muhammad memutuskan untuk melepas ambang intervensi, mereka pun mendobrak. Rupanya, keputusan historis untuk membiarkan Rupiah mengambang bebas itu tak didukung kondisi yang cukup. Nilai tukar dikuasai dan dimainkan, bahkan dalam seminggu bisa terdepresiasi sampai 50. Utang membengkak, harga barang melonjak, produksi mandek, banyak perusahaan bangkrut. Inflasi membubung, dan perekonomian nyaris ambruk. Tak disangka, fondasi ekonomi kita demikian keropos. boleh ada berita buruk. Ada 4 faktor yang menurut Theo bisa jadi penentu naik turunnya kurs: fondasi ekonomi makro, cartagrafik berdasarkan rumus, faktor teknis-psikologis, dan ulah para spekulan. Soal fondasi ekonomi, menurut Theo, passando telah mendapat bukti rentannya perekonomian kita. Carta atau grafik pun sudah dibuat saat kita menempuh rezim devisa terkontrol misalnya dengan mematok depresiasi tahunan 3 - 4. Sedangkan faktor psikologis sangat berhubungan dengan ulah spekulan, apa lagi dalam rezim devisa bebas. Sekali passa memperoleh bukti mata uang suatu negara bisa didikte, mereka mendikte terus. Pendiktean harga, yang terjadi setelah ada dorongan psikologis, berawal dari berita-berita politik yang berpotensi dimainkan. Theo menunjuk contoh, seluruh dunia tahu Indonésia pra-11 Maret 1998 menghadapi suksesi. Maka berita tentang Presidência Soeharto dan situasi sosial politik menjadi bahan permainan spekulan. Keadaan sakit, yang dalam bahasa Inggris bisa dirumuskan dalam beberapa kata, mulai dari Hes doente, Hes ill, sampai Hes sério doente, mengakibatkan beraneka nilai kurs. Memang benar. Menurut catatan Theo, grafik penurunan itu berlangsung sejak banco sentral ketahuan tak punya nyali sehingga menyebabkan Rupiah turun dari Rp 3.000, - ke Rp 3.800, - terhadap AS. Angka turun lagi ke Rp 4.400, - karena Pak Harto istirahat. Kemudian menjadi Rp 4.800, - karena imbas krisis Korea, turun ke Rp 5.600, - karena Pak Harto batal ke Malásia, dan. Rp 6.200, - ke Rp 9.000, - karena pencalonan B. J. Habibie sebagai wakil presiden. Kurs membaik setelah penandatanganan nota kesepakatan dengan IMF 15 Januari, namun turun lagi setelah terjadi beberapa kerusuhan dan demonstrasi. Kenyataan itu membuktikan, dalam rezim devisa bebas segala berita dan peridawa baik menjadi syarat utama. Dalam berbagai kesempatan Theo mengingatkan, membiarkan Rupiah mengambang bebas sama dengan bunuh diri tanpa dibarengi perbaikan di segala sektor yang akhirnya melahirkan berita buruk. Percuma ada janji segala macam reformasi, penghapusan monopoli dan oligopoli, tetapi tak ada wujudnya. Dapat dimengerti, naik-turunnya nilai Rupiah tak lagi ditentukan oleh hukum ekonomi, keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Tak ada teori yang bisa menjelaskan hal ini, kata Theo. Saat masyarakat makin tahu persoalan, omongan para ekonom sering diabaikan. Pemain seperti saya yang diperhatikan Lantas, berapa kurs AS yang wajar Ambil nilai terakhir sebelum krisis Rp 2.400, -. Ditambah 80-lah, sekitar Rp 4.320, -. Penjelasannya, dalam 10 tahun terakhir perbedaan suku bunga antara COMO Rupiah sekitar 10. Suku bunga AS 5 dan suku bunga Rupia 15. Selisihnya 10, dan dalam 10 tahun menjadi 100. Sementara depresiasi por tahun, katakanlah 4. Jadi dalam 10 tahun menjadi 40 Nah, selisih antara perbedaan suku bunga dan depresiasi dalam 10 tahun, 100 - 40 60. Tak usah dipatok 60 beri kemungkinan sampai 80 untuk ditambahkan pada kurs terakhir. Jadi 180 dari Rp 2.400, - Rp 4.320. Tapi sekali lagi kenyataan membuktikan, segala teori dan hukum ekonomi tak berlaku bagi kurs yang mentiroso karena permainan. Dunia perdagangan Forex (Valas) dewasa ini bagaikan dikontrol para gestor de fundos besar yang disebut big boys. Menurut Theo, jumlah big boys yang tercatat saat ini 2.500 orang. Akumulasi modal mereka sekitar AS 1.300 miliar, dan dalam keadaan terpaksa bisa mendapat pinjaman hingga 10 kali lipatnya. Jumlah ini sungguh raksasa, sebab cadangan devisa negara-negara kaya yang tergabung dalam OECD pun kalau digabung tak lebih dari AS 700 miliar. Maka bisa dibayangkan betapa konyolnya gagasan untuk melawan spekulan dengan cadangan devisa hanya AS 20 miliar, misalnya. Dari 2.500 big boys itu terbawa serta ribuan orang lain sebagai mitra atau pelaksana. Sudah menjadi kebiasaan, pengambilan posisi para pelaksana ditentukan oleh tokoh besar. Jika Soros, misalnya, mengambil posisi Rp 9.000, - untuk 1 AS, yang lain pasti mengikuti. Jika esoknya Soros menjual dengan harga Rp 9.500, -, yang lain pun pasti ikut. Semua taspak, dan begitulah nilai mata uang dimainkan. Kalau mata uang suatu negara dipatok pada nilai tetap, especialista em memória tidak lagi bisa main. Hanya saja, menurut Theo, konsekuensinya ada dalam perekonomian negara yang bersangkutan. Bagi Theo, reformasi ekonomi apa pun yang dipilih pemerintah tak penting benar, asal bisa mengatasi segenap konsekuensinya. Misalnya, pelepasan batas intervensi mensyaratkan perbaikan ekonomi total, sedangkan pematokan nilai uang mensyaratkan cadangan devisa yang cukup dan perbankan yang sehat. Tak bisa pula dilepaskan faktor keberanian bank sentral. Kepada siapa pun yang mau memaksakan kehendak, banco sentral tak boleh setengah hati. Kalau perlu habis-habisan berintervensi. Jika ini terus berlanjut, dan dunia membuktikan konsistensi kita, pasar pun akan segan, kata Theo. Betapa chatice kuat dan nafsunya spekulan, kalau menghadapi otoritas moneter yang teguh dan konsisten, mereka juga berpikir untuk main-main. Seperti pernah dialami Hongkong, para spekulan menghentikan serbuan karena tahu Inggris berada di belakangnya. Tak seorang pun ragu ketangguhan sistem keuangan Inggris. Kasus Indonesia, menurut Theo, adalah bukti kesekian dari pelecehan para big boy terhadap otoritas moneter. Permainan selisih kurs antara Rupiah - AS jauh lebih mudah ketimbang permainan selisih kurs Yen - AS atau Mark Jerman - AS yang didukung otoritas moneter sangat berwibawa, dan karenanya disebut moedas fortes. Akibatnya sangat mudah diterka, bahkan oleh ibu-ibu rumah tangga, pihak yang acap disalahkan karena dikira ikut-ikutan berspekulasi. Masalahnya, menurut Theo, selain tuduhan itu tak benar karena jumlahnya tak seberapa dibandingan dengan aktivitas pasar uang, pemikiran para ibu sangat simpel. Jika dulu mudah menghitung depresiasi, 3 - 4 setahun, siapa sangka tiba-tiba depresiasi bisa 20 dalam sehari Kalau punya simpanan Rupiah dan berbunga, katakanlah 40, pada akhir tahun tak akan mencapai jumlah jika didolarkan. Pada akhirnya memang tak ada pihak yang bisa disalahkan kalau terjadi perburuan mata uang asing, karena negara menganut rezim devisa bebas. Di pasar uang, komoditas yang diperdagangkan tak cuma valuta asing. Menurut Theo, meski pemerintah mematok kurs Rupiah, tak berarti kegiatan berhenti. Ada pelbagai macam surat berharga dan surat-surat komersial yang diperdagangkan. Memang, problema de Belakangan ekonomi negara kita tak cuma berasal dari dalam negeri, melainkan dari luar negeri. Lembaga pemeringkat semacam Standards Poor, sekalipun banyak dicibir, pengaruhnya terhadap pasar sangat besar. Peringkat buruk yang disandangkan kepada Indonésia, Maret lalu, adalah klimaks dari kesulitan eksternal. Alat pembayaran berjangka seperti carta de crédito (LC) tak diterima, investidor como ponto de partida, serta merta datang buat menanamkan modal. Dengan peringkat itu, pembeli kertas berharga dari Indonésia tak lagi dianggap berinvestasi, melainkan dicurigai mau berspekulasi, kata Theo. Kalaupun saya, misalnya, menempatkan diri sebagai broker untuk mendatangkan uang dari investor asing, sekarang ini sangat sulit. Ketidakpercayaan demikian kuat, perlu waktu lama untuk memulihkannya. Pasar uang dunia memang sulit dilawan. Kalau kekayaan big boys sangat besar, itu konsekuensi dari hakikat pasar uang. Istilahnya um negócio de bola de neve, bisnis yang menggelinding bagai bola salju. Orang harus jadi besar untuk sobrevive. Bisnis pasar uang, menurut Theo, menganut filosofi dasar: bukan soal berapa jumlah uang yang akan Anda peroleh, melainkan berapa jumlah uang yang siap Anda habiskan. Gambarannya, jika seseorang kerja keras sepanjang tahun hingga memperoleh uang Rp 1 miliar, akan sangat keliru kalau menggunakannya untuk main forex. Tetapi jika seseorang mendapat lotere Rp 1 miliar, yang Rp 800 juta untuk beli rumahtanah, Rp 100 juta untuk beli kendaraan, dan sisanya untuk main forex, silakan saja. Maka, kalau ada seorang gerente de fundos siap menghabiskan AS 5 miliar di pasar forex, tak terbayang berapa besar kekayaannya Bisnis di pasar uang tak sama dengan judi. Kata Theo, jika judi nasib pelaku 100 tergantung pada kartu, Di pasar uang ada hal-hal eang bisa diperhitungkan dan dicarikan peluang. Menurut Theo, ada 7 tingkat yang harus dicapai untuk betul-betul memahami bisnis ini. Selain 4 faktor penentu nilai mata uang yang sudah disebut tadi, ada beberapa hal lain seperti lobi atau hubungan, termasuk kemampuan berbahasa, faktor intelijen alias daya endus informasi, dan hal paling abstrak dan sulit, sehingga orang tak sanggup berpikir lagi. Misalnya, semua faktor telah terpenuhi, prediksi sudah dilakukan, tapi tak ada ação. Ketika faktanya sama dengan yang sebelumnya telah diperhitungkan, muncul rasa sesal kenapa tidak begini kenapa tidak begitu. Itulah yang saya maksud tingkat ketujuh. Sekalipun menggiurkan, bisnis di pasar uang penuh kekecewaan. Karena apa É sobre o dinheiro. Orang hanya tergiur melihat angka. Mereka ramai-ramai bermain, sementara tatanan dan hukumnya tak mudah dipelajari. Lagi pula dunia itu sudah dikuasai mafia, big boys, dalam cara kerja yang terintegrasi. Apa pun permainan para pendatang, mafia-lah yang memperoleh keuntungan Menurut Theo, setelah perang dingin reda dan komunisme runtuh, tak ada lagi kekuatan yang punya daya penghancur sangat dahsyat selain uang. Ketika uang menjadi komoditas, dampaknya global. Bencana keuangan di suatu negara segera bisa merembet ke negara lain. Siapa sekarang orang kaya di kawasan krisis yang merasa terjamin hingga 7 keturunan Tak terbayangkan, uang bisa berlipat kali atau hancur sama sekali hanya dalam hitungan hari. Jika ditarik ke dimensi filosofis, kata Theo, krisis ekonomi adalah akibat ulah manusia yang menganggap uang sebagai ideologi. Fakta menunjukkan, miliaran AS telah menguap entah ke mana. Lembaga keuangan banyak yang rugi, Soros rugi, demikian pula para big boy. Tak jelas ke mana uang-uang itu pergi. Inilah tanda-tanda zaman, kata Theo. Tuhan kasih antibiotik untuk mereka yang terlalu menghamba pada uang. Orang kaya que empurra, konglomerat empurra. Rasain. Terjunnya Theo di kancah passando uang agaknya tak terduga sebelumnya. Pria kelahiran Manado, 21 de setembro de 1956, ini semula berangan-angan jadi pastor, tapi dikeluarkan saat naik ke kelas 3 Seminari Menengah Tomohon, 1974. Anak ke-4 dari 7 bersaudara ini sama saja dengan ayah, paman, para sepupu, dan saudaranya, Yang pernah masuk ke seminari namun gagal jadi pastor. Saya menanggung harapan besar. Nilai dan aktivitas sekolah bagus. Maka ibu terguncang dan jatuh sakit ketika saya keluar, kenangnya. Pastor pembimbing waktu itu mengatakan, ia akan lebih sukses hidup di luar biara. Kendati sedikit menyesalkan keputusan itu, ia berbalik haluan. Ia melamar ke Bank Indonésia dan diterima di BI Cabang Surabaya. Setelah 2 tahun bekerja, timbul keresahan di antara teman-temannya yang cuma berijazah SMA. Sebab dengan begitu, mereka tak mungkin bisa masuk jajaran staf. Nggak bakal pakai dasi dong seumur-umur, papar Theo mengenang. Nampaknya BI tanggap pada kegalauan itu dan mengadakan seleksi untuk promosi. Yang lolos akan disekolahkan sejajar dengan universitas. Dari BI Surabaya lulus 4 orang, salah satunya Theo. Sementara dari seluruh Indonésia terjaring 60 orang. Mereka dimasukkan ke Pendidikan Ahli Administrasi dan Keuangan Bank di Jakarta, menjalani pendidikan maraton di pukul 08.00 - 17.00 setiap hari dengan fasilitas penuh, selama 3 tahun. Gelarnya sejajar akuntan, tapi BI nggak kasih gelar, takut kami keluar. Sempat bekerja di bagian pengawasan BI selama setahun, ia kembali mengikuti seleksi intern guna ditempatkan di London. Dari 40 peserta hanya Theo yang lulus. Di London ia langsung jadi staf termuda pada umur 23 tahun. Kesempatan di sana ia gunakan untuk mengikuti serangkaian pelatihan dan praktek. Belajar forex di Paris, Londres, Amsterdã, Dan Kopenhagen. Mempelajari bank Sentral di Denmark dan Belanda, menggeluti cadangan emas di Swis, juga duduk dan bermain di banyak ruang transaksi forex. Waktu itu kepala sala de negociação Jakarta pindah, jadi saya disiapkan untuk menggantikannya. Saya sadar, untuk jadi dealer harus punya pengalaman dan cakrawala dengan duduk di pusat keuangan dunia. Penempatan dealer di BI sebenarnya bertujuan untuk mengelola cadangan devisa sejumlah AS 6 miliar dengan menempatkannya di posisi yang tepat. Bukan untuk memperdagangkannya. Maka di luar jam kerja, margem principal da saya atas nama pribadi, bukan BI. Setelah 5 tahun bermukim di Inggris, Theo sebenarnya ingin pulang ke tanah air, tetapi pemerintah Inggris mengetahui reputasinya dan memberi izin tinggal tetap. Ia bisa bekerja apa saja. Wah, percaya dirilah saya. Pekerjaan BI yang diidamkan banyak orang nggak terlalu menggiurkan lagi, kata Theo. Maka, ketika benar-benar pulang ke Indonésia ia sekaligus minta izin keluar dari BI untuk masuk ke London School of Economics (LSE). Maksudnya sebagai batu loncatan untuk bekerja di Bank Dunia atau FMI. Tapi keasyikan bermain forex membuatnya malas bersekolah. Jiwa saya jogador, jadi saya tak jadi masuk LSE meskipun sudah diterima. Saya main valas terus, dan ingin menikmati hasilnya. Saya ingin menikmati hidup bukan sebagai pegawai BI yang bertahun-tahun cuma bisa naik mobil sederhana. Comércio de margem principal de Saat, pertengahan 1980-an, modal dengkul masih berlaku. Modalnya dipinjami, tapi kalau untung masuk kantung sendiri. Pokoknya main untuk meramaikan. Masa itu tak sulit mereguk untung lantaran pasar gampang diterka. Dolar turun searah. Tapi sejak 1987, peluang meraup keuntungan makin sulit. Selain pemain makin banyak, modal mula diatur. Saat itulah Bank Duta terpuruk karena permainan valas. Soal kesempatan meraup untung memang tak ada yang lebih cepat daripada main valas. Saya masih ingat, hanya dengan mengangkat telepão de vila de Puncak sambil principal gaple dan makan pisang goreng, bisa dapat AS 60,000 semalam. Telepon memang diibaratkan cangkulnya buat cari makan. Juga berbagai perangkat komunikasi. Baik untuk bertransaksi ke seluruh dunia, memantau pasar yang berjalan 24 jam sehari, juga melihat kerugian dan keuntungan uangnya. Tapi hidup saya tak habis di sana. Apa lagi saya harus membagi pengetahuan kepada banyak orang. Kalau menulis dan bikin analisis, saya tak main. Saya meramal dan menghitung, biar orang lain yang dapat keuntungan. Theo tak terikat pada suatu lembaga keuangan. Kalau mau main, ia sendiri yang menentukan. Sejak tahun lalu, i mendirikan perusahaan jasa konsultasi pasar uang Speed ​​Currency. Bagi yang ingin tahu atau ingin principal valas boleh jadi pelanggan. Dengan membayar AS 100bulan, Theo pun memberi analisis dan panduan. Cita-cita saya membuat Speed ​​Currency seperti Bloomberg. Ia besar dan disegani, meski awalnya juga dirintis di garasi, ia menunjuk garasi di rumahnya yang berhalaman luas di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Ia mempekerjakan 4 orang yang, selain mengolah analisis, gerente de fundos da juga bertindak sebagai. Mereka jago-jago yang tak bisa dianggap remeh, karena lewat tangannya sering terjadi transaksi miliaran dolar, kata Theo bangga. Karena bekerja di rumah, Theo tak terikat pada aturan dan jadwal kerja yang pasti. Ia adalah pegawai bagi dirinya sendiri. Juga pegawai yang mengantar anak-anak ke sekolah, menemani mereka bepergian, bahkan mendampingi saat mereka mau tidur. Theo menganggap, anak-anak lebih memerlukan kebersamaan ketimbang uang. Tak soa na telah punya vila di Puncak, Jawa Barat, dan hotel di atas tanah 10 ha di Manado. Anak-anak pula yang menghadirkan cerita unik bagi perjalanan hidup Theo. Saat masih di dalam kandungan, kecuali si bungsu Daniel (hampir 2 bulan), mereka berada di tempat yang jauh dari rumah. Dari yang sulung tempatnya paling jauh, sampai e bungsu yang paling dekat. Namun akhirnya semua lahir di Jakarta. Menurut istrinya, Sandra Pingkan Adriana Lolong (38), si sulung Monika (12) berada di dalam kandungan saat mereka di New York. Barulah 2 bulan menjelang melahirkan, saya kembali ke Jakarta, kata Sandra. Begitu pula Abi (9) yang dikandung saat mereka tinggal di London. Keisha (7) anak ketiga, dikandung di Singapura. Sedangkan Dorothea (5) dikandung sewaktu mereka di Manado. Barulah anak ke-5, Daniel, menghabiskan seluruh masa janin hingga lahir di Jakarta. Jumlah anak sampai 5, bagi pasangan Theo dan Sandra juga cerita tersendiri. Theo memang dari keluarga besar, namun Sandra hanya 2 bersaudara. Setelah kelahiran Abi, keduanya ingin ber-KB. Tapi apa mau dikata, kebobolan terus. Selain mengalami beberapa kegagalan, saya pera pernah kehilangan espiral, kata Sandra. Akhirnya, setelah melahirkan Daniel, saya minta disteril. Buat pasangan ini, anak-anak adalah segalanya. Mereka yang terbiasa memanggil Papa Theo adalah rekan sepanjang hidup, sekaligus jadi rem manakala Theo terlalu keasyikan bermain uang. (G. SujayantoA. Heru KustaraMayong S. Laksono) Ingin mencari uang di internet tanpa modal dan menjadi bebas secara Finansial seperti kisah di atas. Silahkan klik di bawah untuk mendaftar (Gratuito) dan memulai Trading ForexDiposkan oleh Ninjaa Trader às 11:47 Ini kisah yang saya harapkan menjadi kisah paling menarik sepanjang sejarah perforexan Indonésia. Ini tentang comerciante yang akan paling sukses di Indonésia. Saya harap begitu. Saya punya harapan sobat-sobat yang terlibat di dalam tulisan ini suatu saat menjadi comerciante paling sukses di Indonesia. Aamiin. Sebelumnya saya mohon maaf, kepada sobat-sobat yang terlibat dalam tulisan saya ini. Dengan selalu menjaga rahasia privacidade sobat tentunya. Ini akan menjadi pelajaran yang mahal dan sangat berharga. Tetapi sekali lagi saya mendoakan semoga sobat-sobat semua menjadi trader paling sukses di Indonesia. Aamiin. Jika flashback. Mereka ini adalah orang-orang yang pernah menderita. Inilah kisah nyatanya: Di suatu negeri entah berantah. Tinggallah beberapa orang trader ada sekitar 8 orang trader di salah satu rumah penduduk negeri itu. Mereka bukan kakak beradik atau keluarga, tetapi mereka adalah para comerciante yang sedang bersembunyi dari kejaran investidor, leasing e banco de cobrança de dívidas. Mereka datang dari berbagai kota. Berkumpul dalam satu rumah dengan latar belakang masing-masing dan memiliki kesamaan: Sedang Bersembunyi .. Apa yang telah dilakukannya sehingga harus bersembunyi Saya tidak mungkin bisa menceritakan satu-persatu karena masing-masing membawa masalahnya sendiri. Mungkin cocoknya di sinetronkan bukan ditulis artikel. Semoga ada produser yang datang pada saya. Biar saya tulis naskahnya. Hehehehehe. Namun kesamaan mereka adalah: Mereka orang-orang yang berani mengambil risiko terlalu besar di bisnis forex Kalimat yang membingungkan bagi saya, jika saya dengar dari orang sukses (bukan dari forex), mereka mengatakan: Hanya orang sukses saja yang berani mengambil risiko besar. Tetapi apa yang terjadi di sekeliling kita. Yang menimpa mereka para comerciante forex Mereka berani mengambil risiko terlalu besar, tetapi apakah mereka menjadi sukses dan sangat sukses Ini yang saya renungkan. Apakah kalimat orang sukses: Hanya orang sukses saja yang berani mengambil risiko besar itu haram dipakai untuk trader forex Jawaban ini berat untuk saya jawab, dan saya juga tidak suka mengawali polemik. Saya serahkan kepada Anda semua. Lanjut kisah: Hari-hari berlalu, mereka stay dan bertahan. Bulan berganti bulan. Sampai akhirnya pudar membawa kehidupannya masing-masing. Selama berbulan-bulan itu, rumah itu bagai penjara. Yang dibuatnya sendiri. Jika saya datang, saya pun harus ikut-ikutan ngumpet datang diam-diam dan kendaraan harus diparkir jauh dari rumah itu. Ini mengenaskan. Pikirku. Seperti sarang teroris. Tapi mereka bukan teroris ya Allah. Mereka adalah para korban. Mereka korban dari keberanian mengambil risiko yang terlalu besar di forex. Ada juga yang menjadi korban perilaku orang lain. Tapi masih bermuara sama: FOREX. Di dalam rumah tersebut banyak penghuni, tapi seperti kuburan. Terlebih jika ada tamu yang tak dikenal datang, cukup ada yang mengintip, tidak kenal. Tinggal masuk kamar. Jika dikenal, tapi disebutnya sebagai orang yang bermasalah, juga tinggal masuk kamar. Masih banyak kisah memilukan lainnya di rumah itu, tapi saya gak tega menceritakan ini kepada Anda. Cukuplah selintas kisah ini. Toh tujuanku menulis dan mengangkat kisah ini adalah karena HIKMAHNYA. Yang tak ternilai harganya untuk menjadi renungan kita bersama yang masih menggeluti bisnis forex ini. Ponto pentingnya adalah. Forex itu bisnis beresiko, sama seperti bisnis-bisnis lainnya. Tebee forex mampu mempengaruhi seseorang untuk mengambil resiko terlalu besar, forex bisa mempengaruhi seseorang untuk serakah, forex bisa mempengaruhi seseorang untuk berbuat nekad, forex bisa mempengaruhi seseorang untuk menjadi miskin. Forex bisa mempengaruhi seseorang untuk menjadi gila. Bagaimana agar tidak bisa dipengaruhi hal-hal negatif semacam itu temukan teknik yang tepat, gestão yang tepat, serta bentuk mental yang kuat sebelum mengambil resiko yang besar dalam dunia forex. Rakus boleh saja asalkan teknik, gerente, serta mental kita sudah mumpuni. Forex adalah perdagangan kalah 3 langkah, jadi harus difikirkan benar2 bagaimana cara menang 5 langkah untuk mendapat 1 langkah. Untuk sahabat trader yang tinggal de quotRumah Bermasalahquot kalau masih kuat mental terjun di forek saya ada saran, jangan principal de wilayah major 1, coba major 2 yang gerakannya lebih sedikit santai .. Sungguh blog dan tulisan yang bagus. Salam Fx Trader. 7 tahun menggeluti bisnis ini kerugian 1M sudah terbayar setengahnya. Perda adalah biaya belajar. Sukses di bisnis ini memerlukan totalitas. Latihan, riset, mengamati, belajar dari kesalahan demi kesalahan. Temukan parâmetro yang paling tepat, insya Allah kita semua akan bisa sukses.

No comments:

Post a Comment